KISI-KISI SASENIBUD JOMBANG

Jombang terkenal sebagai kota yang egaliter, sehingga masyarakatnyapun sangat terbuka dalam berinteraksi dan sangat bisa menerima perubahan. Hal ini juga buah pengaruh dari letak geografis kota Jombang yang terletak pada persimpangan budaya Arek, budaya Panaragan, budaya Mataraman, budaya Maduran maupun budaya Pesisiran. Karena pengaruh tersebut, maka kesenian yang berkembang di Jombang juga sangat beragam. Dengan karekter masyarakat yang egaliter itulah pada akhirnya membuahkan kristal-kristal kesenian yang lebih berkarakter. Misalnya dari budaya arek, lahirlah kesenian lerok yang kemudian berkembang menjadi seni besutan dan bermetafosis menjadi ludruk. Dari budaya Maduran juga muncul kesenian Sandur, meski kesenian ini tidak sama dengan kesenian Sandur dari daerah lain. Dari budaya Mataram juga mengkristalkan kesenian diantaranya, wayang kulit. Wayang kulit yang berkembang di Jombang juga ada dua gaya pekelirannya, gaya Kulonan dan gaya Jawa Timuran (cek-dong). Budaya Panaragunpun juga demikian, ada kesenian kuda lumping, reog, bantengan dll.
Di era globalisasi informasi sekarang ini kami dari DISPORABUPAR sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Kabupaten Jombang, berusaha memberikan informasi kepada masyarakat luas, khususnya pecinta, pemerhati dan penikmat seni Jombangan. Tentu informasi yang kami sampaikan masih sangat terbatas baik dari kwalitas dan kwantitasnya. Tetapi kami berharap dengan informasi awal ini, masyarakat pemerhati kesenian Jombang bisa sedikit mendapatkan gambaran tentang peta kesenian di Jombang, sehingga bisa membantu kami dalam menginfentarisasi dan menumbuh kembangkan kesenian di Jombang.
Sebagai gambaran awal kami mencoba untuk mendekotomi (memisah) kesenian Jombang menjadi tiga varian utama, yaitu seni musik, seni media rekam dan seni pertujukkan. Semoga blok ini bisa sedikit memberi cahaya bagi kita semua, insan-insan pecintan kesenian Jombang.

PostHeaderIcon WAJAH TEATER JOMBANG

 Teater Gandrik yang mementaskan karya "ISU" di TVRI pada tahun 1984, adalah virus yang pertama menyerang seorang Imam Ghozali, yang kala itu masih menjadi pelajar Sekolah Pendidikan Guru di Jombang. Yang kalau itu teater yang dia kenal adalah teater muslim, semisal teater PEDRO kepunyaan Pak Diponegoro, meski hanya sebatas senang menikmati meski hanya lewat media telivisi (TVRI). Setelah dia menyelesaikan pendidikan di SPG itulah dia bersama dengan beberapa temanya baru mencoba untuk mengekspresikan diri lewat pementasan-pementasan kecil meski tujuan awalanya hanyalah ingin nampang memenuhi ambisi darah mudanya. Dan dia juga mulai ikut mendampingi temannya untuk melatih di SMEA negeri Jombang yang merupakan sekolah yang pertama kali melembagakan kegiatan ekstra kurikuler teater di Jombang, dan sejak itulah dia mulai mendalami teater model lain, karena selama ini yang dia kenal hanya teater muslim. Mengenai perkembangan teater di Jombang, menurut pria yang menyelesaikan S2 nya di UNPAD Bandung ini, pada tahun 1984 an teater di Jombang sangat gelap. Waktu itu konon ada kelompok teater yang bernama roda-roda tapi dia tidak tahu persis kebenarannya, tapi dia lebih meyakini bahwa berangkatnya perkembangan teater di Jombang adalah dengan adanya PRAGURI (SPG), karena pada saat itu teman-teman SPG sudah rutin mengisi acara drama radio di RKPD. Dengan berjalannya waktu, mulai banyak sekolah yang melembagakan kegiatan ekstra teater, diantaranya SMA negeri 2, PGA, SMA PGRI dll. Setelah bermunculan ekstra teater di sekolah maka mereka mencoba untuk melakukan latihan gabungan (latgab). Dan itu berkembang terus sampai berjumlah 25 an kelompok teater pelajar. Maka kalau berbicara teater di Jombang, teater pelajarlah sebenarnya punya peran besar. Dan lebih membanggakan adalah manakala daerah-daerah lain mencoba mengikuti langkah pegiat-pegiat teater di Jombang untuk diterapkan didaerahnya masing-masing, semisal Madiun, Jember, Surabaya, Mojokerto, Malang dll. Sedangkan kalau peningkatan kualitas pelaku teater di Jombang diawali pada tahun 1988, manakala teater anak "WIJAYA" (SDN Jombatan V) memenangkan sebuah perlombaan teater tingkat provinsi lewat reportoar besutan. Dan menurut pria yang berprofesi sebagai PNS dan dosen STKIP PGRI Jombang ini, pelaku teater Jombang sebenarnya sudah pada tataran Garda Depan (Avant Garde) di level Jawa Timur, tapi sayangnya militansi pelaku teater di Kab. Jombang ini belum merata, dan juga kurangnya ajang aktualisasi karya di luar Jombang, sehingga syiar ideologi teater Jombang kurang maksimal. Tapi untungnya saat ini sudah banyak daerah lain bahkan provinsi Jawa Timur sudah mulai mengakui keberadaan teater Jombang memiliki icon yang khas sebagai teater tradisi. Di tingkat nasional, Jombang boleh berbangga karena Komunitas Tombo Ati, sebagai teater umum, bisa menyabet penghargaan 10 (sepuluh) penyaji terbaik lewat reportoar "MAKAM BISU" yang disutradarai oleh Imam Ghozali pada tahun 1996. Dan saat ini menurutnya perkembangan teater umum juga sudah mulai menunjukkan atsmofir yang positif, itu terbukti dengan bermunculan komunitas teater umum seperti, Komunitas Tombo Ati, Senior Production, Komunitas Suket Indonesia, Studi Jalan, Komunitas Alif, Kumunitas Isuk-isuk, Kopi Hitam dll. Dan birokrat mempunyai kewajiban untuk mengakomodir komunitas-komunitas itu dengan strata yang berimbang.

Choose Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Waktu